MENELISIK POLEMIK SIDANG PARIPURNA UU OMNIBUS LAW CIPTA KERJA -->

MENELISIK POLEMIK SIDANG PARIPURNA UU OMNIBUS LAW CIPTA KERJA

Kamis, 15 Oktober 2020

 


Undang-Undang Cipta Kerja kembali menjadi permasalahan di Indonesia yang telah menimbulkan permasalahan dari awal perumusan UU ini di buat. Masyarakat menolak UU Cipta Kerja ini dengan beberapa alasan yang menurut mereka dapat merugikan masyarakat, beberapa diantaranya adalah mengenai tidak diberikannya cuti kepada wanita yang melahirkan dan bahkan tidak adanya uang tunjangan untuk karyawan kontrak. Kebijakan ini tentu membuat pertanyaan bagi masyarakat apalagi pengesahan UU Cipta Kerja yang terkesan tergesa-gesa di masa pandemi Covid-19 pada saat ini.

 

Belum usai kerusuhan akibat Rancangan UU Omnibus Law Cipta Kerja, DPR bersama pemerintah sepakat untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang terhitung semenjak tanggal 5 oktober 2020 pada saat rapat paripurna. RUU Cipta Kerja juga dapat mengubah ketentuan cuti khusus atau izin yang tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 yang mengatur tentang ketenagakerjaan yang menghapus cuti atau tidak masuk saat haid hari pertama, keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, pembaptisan anak, istri melahirkan/keguguran dalam kandungan hingga adanya anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia.

 

Selain itu, Ombnibus Law Cipta Kerja juga akan memberikan ruang bagi penguasaha yang mengontrak buruh tanpa batasan waktu, tidak membela hak buruh seperti pesangon, dan penetapan upah minimum menjadi standar provinsi serta para pekerja outsourcing semakin tidak jelas keberadaannya.

 

Sidang Paripurna tersebut berjalan dengan dramatis seperti adanya Mikrofon yang di indikasikan sengaja dimatikan oleh Ketua DPR RI yaitu Ibu Puan Maharani hingga walk out nya 2 partai besar di Indonesia yakni Partai Demokrat dan Partai PKS. Sebelum terjadinya walk out  tersebut Benny K Harman sempat mengatakan bahwa “Kami Fraksi Partai Demokrat menyatakan  walk out  dan tidak bertanggung jawab”, Senin (5/10)

Mengenai di matikannya mickrofon pada saat anggota DPR sedang menyampaikan pendapatnya Sekretaris Jendral DPR, Indra Iskandar mengklarifikasi hal tersebut “Semua diberikan waktu untuk berbicara, bergantian. Jika sampai dimatikan mikrofonnya, itu hanya untuk menertibkan lalu lintas interupsi. Pimpinan punya hak mengatur jalannya rapat”. Selasa (6/10).

 

Sidang Paripurna UU Omnibus Law Cipta Kerja memang berjalan dengan panas, seperti ada tekanan dari pihak luar dan terkesan tidak berimbang, adanya pihak yang diuntungkan dan pihak yang justru merasa sangat dirugikan karena ini. Akibat dari pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang tergesa gesa ini menyebabkan gesekan dari berbagai lapisan masyarakat baik itu dikalangan mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya. Semenjak tanggal  6 Oktober 2020 gelombang aksi demo penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja di suarakan oleh Rakyat Indonesia. Aksi ini akan terus berlangsung sampai adanya pencabutan UU Omnibus Law Cipta Kerja dilakukan. (Isra)

 

Sumber :

https://jateng.suara.com/read/2020/10/07/100000/uu-cipta-kerja-disahkan-ini-isi-lengkap-omnibus-law?page=all

https://www.tribunnews.com/nasional/2020/10/05/dramatis-fraksi-demokrat-aksi-walkout-di-sidang-paripurna-pengesahan-uu-cipta-kerja?page=2

https://www.suara.com/news/2020/10/06/171049/sekjen-dpr-klarifikasi-soal-mikrofon-dimatikan-saat-paripurna-omnibus-law

 

Reporter : Isnaini Rahmi